Yang pernah baca 20 fakta tentang saya di About The Recipient mungkin inget kalo saya itu dari kecil udah suka seni dan bisa sampe nangis kalo ngeliat sesuatu yang terlalu bagus. Dan seperti yang saya ceritakan di posting sebelumnya, saya menghabiskan weekend kemarin di Singapura, dengan satu tujuan utama: nonton pertunjukan Broadway pertama saya, Lion King Musical.
Pertanyaannya adalah: Apakah saya nangis waktu nonton itu?
Nonton pertunjukan Broadway udah jadi mimpi saya sekitar 2 tahun belakangan. Saya sampai pernah bilang ke seorang teman, kalo saya pengen ke New York, karena pengen liat pertunjukan Broadway secara langsung. Tapi waktu itu saya nggak terlalu serius berharap, secara biayanya udah pasti bakalan gede luar biasa.
Kalo diinget-inget lagi, saya mulai ‘kenal’ sama yang namanya Broadway show, gara-gara nonton film Chicago. Waktu itu saya masih SMP, dan saya emang udah pernah denger ada yang namanya Broadway, tapi nggak kebayang dan nggak kepikiran juga seperti apa bentuknya. Waktu nonton Chicago, walau saya nggak terlalu ngerti jalan ceritanya, jelas saya terpesona sama lagu-nyanyi-tari-nya.
Adegan yang langsung bikin saya jatuh cintrong adalah adegan “They Both Reached For The Gun”. Saya bener-bener amazed dengan penggambarannya, dengan harmonisasi pembagian suaranya, dengan kreatifitas lagunya, dan dengan simbolisasi di dalamnya. Nih saya embed adegannya di bawah ini. Buat yang nggak tau ceritanya, ini adegan waktu si Roxie, seorang wanita tersangka pembunuhan, bersama pengacaranya, memberikan pembelaan di sebuah konferensi pers.
Sekitar tiga tahun kemudian, saya udah kuliah, dan salah satu sahabat, Melina, kuliah di LSPR. Tahun itu, LSPR mengadakan pementasan Chicago, dan si Melina jadi salah satu anggota choir-nya, makanya saya diajak nonton. Walau ‘cuma’ diperankan para mahasiswa, acara ini sukses bikin saya inget lagi sama pertunjukan Broadway, dan mulai menanti-nanti ada pementasan ala-ala Broadway lagi di Jakarta.
Waktu itu, saya pikir, yang namanya Broadway tuh selalu bergaya swing-jazz dengan kostum klasik ala tahun 50-an, yah… seperti yang di Chicago itulah. Sampai sekitar 2 tahun lalu, saya kenal “So You Think You Can Dance”, dan dari review para juri, mata saya mulai terbuka kalo Broadway ternyata juga macem-macem style-nya, walau saya tetep nggak ngerti sih apa aja style yang ada di sana.
Menurut wikipedia, sebenernya definisi teater Broadway yang adalah:
Teater Broadway, atau sebuah Pertunjukan Broadway, merujuk pada sebuah pertunjukan, biasanya sebuah drama atau drama musikal, yang tampil di salah satu dari 39 teater profesional yang berkapasitas 500 tempat duduk atau lebih yang terletak di bilangan Theatre District, Manhattan, New York. Pertunjukan-pertunjukan yang hadir di Broadway dan sukses disana secara historis dianggap sebagai karya-karya yang dibuat untuk konsumsi khalayak ramai dan bukan karya-karya teater yang “mendalam” secara artistik seperti yang diproduksi oleh teater-teater lain di luar Broadway
Nah, kalo Lion King sendiri, adalah film Disney favorit saya waktu kecil! Lion King sepertinya film pertama yang saya tonton di bioskop. Waktu itu saya kelas 1 SD sepertinya. Dan sejak itu, saya dan dua orang sepupu rajin mengkoleksi mainannya (semacam action figure). Dan tiap kali ketemu, kita bertiga selalu mainin action figure ini sambil ngulang adegan di film-nya. Saya bahkan masih hafal nama-nama dan karakter hampir semua tokohnya, termasuk tokoh kecil dan antagonis.
Dan waktu saya mulai tertarik cari tahu tentang Broadway, saya juga tahu kalo Lion King Musical adalah salah satu pertunjukan paling terkenal yang udah ratusan kali dimainkan. Tapi jujur aja, saya ngebayangin teater di mana tokoh-tokohnya pake kostum binatang kok rasanya nggak sedap di mata ya? hahaha. Makanya pas denger dia ngadain show di Singapura (yang mana deket banget, dibanding harus ke New York), saya nggak terlalu mikirin.
Thanks to Glory, yang mendadak ngajak saya di moment yang tepat (baca: lagi haus liburan dan tantangan), jadinya saya langsung iya aja gitu.
Dan ternyata… astaganagrang. Buaguuuuuussss banget!!!!! Kostum binatang yang tadinya saya ‘kuatirkan’ bakal terlihat aneh, ternyata keren luar biasa! Artistik pake jempol sepuluh deh *hayo jempol siapa yang rela dipinjemin?*. Tata panggung juga di luar akal pikiran saya, bisa muter-muter, naik-turun, setiap detail dipikirin sampai nggak ada jeda kosong sama sekali di antara adegan. Jalan cerita dan lagu-lagunya, sama seperti filmnya, jempol sebelas.
Tapi yang paling bikin saya terpesona tuh ngeliat detil-detil kayak gesture badan yang luar biasa. Iya, saya tau pemainnya emang profesional dan mungkin udah ratusan kali mainin adegan yang sama. Tapi ya ampun…. sulit dikatakan dengan kata-kata deh. *loh*. Tiap gerakan dan kostum udah sangat diperhatikan. Misalnya waktu kepala leopardnya gerak, kepala si pemain juga gerak, bikin semuanya jadi terlihat harmonis, indah, artistik, tapi juga rill dan bisa dimengerti. Terus pas pemain antelope menliukkan tubuhnya, bener-bener kayak sekumpulan antelope yang lagi lari-larian. Keren luar biasa deh.
Aaaaah…. pokoknya bagus banget!!! Masih nggak percaya? Coba liat trailer-nya nih
Balik lagi ke pertanyaan semula : Apakah saya nangis waktu nonton itu?
Ehem…
Yes.. THRICE. *blush*
Tepatnya waktu adegan pertama waktu baby Simba ‘diperkenalkan’ di Priderock (Circle of Life), lalu waktu Simba dan Nala kabur dari Zazu (I just can’t wait to be king), dan adegan terakhir waktu Simba dan Nala ‘memperkenalkan’ anak mereka.
Adegan-adegan lainnya, saya nggak sampe nangis, tapi terus-terusan merinding.
Singkat kata, BAGUS BANGET. Yang lagi di Singapur, atau yang di Jakarta dan lagi ada budget lebih untuk liburan sejenak, segeralah ke sana. Pengalaman luar biasa 🙂
GIG: Ya pertunjukan Broadway pertama yang (akhirnya) bisa saya tonton. Sungguh berkat luar biasa. Thank You, Daddy!