Rahasia

I WILL PRAY wristbands --- Wristbands ini di-design oleh Liberty Counsel (www.lrc.org) sebagai reminder doa harian, khususnya dalam mendoakan Amerika. Wristbands ini bertulisan "I WILL PRAY" dan "PRAY WITHOUT CEASING I THESS 5:17"

Sepanjang tengah hingga akhir tahun lalu, saya menjadi bagian dari panitia Natal kebaktian umum di gereja saya. Buat yang bingung, kebaktian umum means kebaktian untuk dewasa, yang diadakan di ruang kebaktian utama setiap minggunya (selain kebaktian umum, ada kebaktian-kebaktian lain sesuai umur: Sekolah Minggu, Remaja, Pemuda, bahkan Orang Tua).

Saya sebenarnya pengurus di Pemuda, tapi kali ini diminta bantu panitia Natal umum di bagian kostum.  Job desc-nya kurang lebih menyiapkan kostum-kostum yang akan dipakai para pelakon selama empat minggu Advent, malam Natal, dan Natal.  Karena tahun ini temanya darama musikal, setiap minggu ada drama yang melibatkan lumayan banyak pemain. Rekornya adalah di malam Natal: 37 orang. Buat nyiapin semua itu, saya (dan 3 partner yang dengan sangat baik hati bersedia membantu) harus ikut setiap Geladi Kotor dan Geladi Bersih untuk fitting kostum buat para pelakon, yang berarti hadir tiap Kamis dan Sabtu di gereja setelah jam kerja sampai larut malam (sekitar jam 22.30 atau 23.00). Dan tiap hari Minggu, plus malam Natal dan Natal, saya harus datang setidaknya jam 5 pagi untuk bantuin pakein kostum dan pulang jam 7 malam untuk ngeberesin kostum yang udah dipake dan harus di-laundry.

Ribet bacanya? Emang! :p

Singkat cerita, job-desc saya cukup ribet dan cukup melelahkan. Belom lagi saya harus berhubungan dengan banyak orang mulai dari sutradara, pelakon, tukang jahit, tante yang urus make-up, pelatih tari, panitia, dll.

Wajarnya, saya (yang sifatnya jelek: emosian, ga sabaran) bakal bete abis ngadepin semua itu, bakal bosen dan mengeluh harus sering-sering ke gereja, dan bakal nggak sabaran pengen cepet kelar kepanitiaan begitu ketemu para pelakon yang rese-rese dan banyak maunya.

Nyatanya, saya penuh sukacita loh selama proses tadi. Saya hepi ketemu om, tante, dan adik-adik pelakon yang tadinya nggak saya kenal. Bukan berarti saya nggak pernah ngeluh. Saya tetep ngeluh pas ketemu kejadian-kejadian nggak menyenangkan, tapi bener-bener cuma sebentar, lalu saya balik menjalani tugas-tugas saya dan kembali sukacita.

Lalu saya perhatikan, hampir semua personel yang terlibat selama proses ini juga begitu sukacita. Kami bisa bercanda dan tertawa-tawa hingga larut malam, penuh senyum. Kami mengeluh tapi menyambutnya dengan canda. Semua tolong-menolong, dan semuanya begitu tampak murah hati menawarkan bantuan walaupun bukan tugasnya. Memang ada beberapa wajah masam (dan ini sungguh ‘merusak’ suasana) tapi hanya sedikit, dan cukup wajar mengingat kelelahan mereka.

Saya bener-bener heran. Acara sebesar ini yang melibatkan orang sebanyak ini bisa membuat kami yang menyiapkannya tetap damai dan sukacita. Sekilas info, panitia untuk kebaktian umum biasanya kurang difavoritkan oleh personel usia remaja dan pemuda seperti saya. Pertama karena jarak usia kami yang jauh sama om-tante di situ dan karena kurang kenal dan sulit ketemu itu, kerjanya jadi cenderung sendiri-sendiri, dan kalau udah kayak gini, sulit untuk ngerasa nyaman, damai, dan sukacita. Saya juga sebelumnya pernah terlibat di panitia kebaktian umum dan sama sekali nggak menikmatinya. hehe

Tapi kali ini bener-bener beda. Sampai menjelang Natal, saya ngobrol dengan seorang sahabat yang sempat terlibat di panita Paskah kebaktian umum dan dia bercerita betapa sebel-nya dan nggak-enjoy-nya dia saat itu. Waktu saya bilang saya sangat excited sekalipun capek, dia sampai komentar: “Wah, payah yah gue?”

Apa bener dia payah? Rasa-rasanya enggak. Dalam kehidupan sehari-hari, saya malah seringnya jauh lebih grumpy daripada sahabat saya itu.

Saking penasarannya, saya merenung-renung, mecari rahasianya. Ketemu satu faktor: seorang pemimpin yang sangat rendah hati dan penuh sukacita. Ya, ketua panitia kali ini adalah seorang Om yang nggak populer dan sepertinya baru saja mulai terlibat sebagai aktivis (soalnya sebelumnya saya jaraaaaaaaaaaang lihat dia). Om ini hampir nggak pernah absen dalam setiap kegiatan persiapan, mulai dari yang agak sepele seperti latihan, sampai yang bikin ribet seperti aksi kasih Christmas Carol keliling rumah sakit. Dia begitu berdedikasi dan selama itu senyum selalu menghias wajahnya yang kocak (bahkan dia pernah joged-joged pok ame-ame waktu latihan :p). Dia juga seorang ketua panitia yang sangat humble dan mau terlibat sedetil-detilnya. Ketika kami membutuhkan properti domba dari gabus, dia yang memotongnya bahkan sampai dibawa pulang ke rumah karena hari udah malam dan belum selesai.  Ke-rendah-hati-an, semangat, dan sukacitanya menular, setidaknya kepada saya. Malu rasanya kalau mengeluh sementara dia selalu sukacita.

Tapi rasa-rasanya, bukan hanya itu rahasianya. Saya merasa ada suatu kekuatan ajaib yang mengikat kami semua, menaruh sukacita dan semangat dalam hati kami, sampai saya pernah bilang ke pacar saya: “Pasti ada yang doanya kenceng nih…!”

Dan terungkaplah rahasia itu!

Di rapat evaluasi, seorang tante majelis pendamping mengucapkan terima kasih pada panitia sambil berkata: “Waktu awal pembentukan panitia, majelis-majelis lain mempertanyakan kenapa panitianya baru semua. Saya sampai berdoa tiap malam untuk panitia, supaya semuanya bisa berjalan dengan lancar.”

See…? Itulah rahasianya. Saya percaya kuasa doa bukan omong kosong. Saya saksinya.

“Tetaplah berdoa” — 1 Tesalonika 5:17

 

—————————————————————————–

GIG: Sebuah pengalaman indah dan luar biasa yang membuat saya kembali percaya dan menyadari kuasa dan pentingnya doa.

 

 

3 thoughts on “Rahasia

Leave a comment